Penyakit Jantung Bawaan Anak dan Cara Mencegahnya - Penyakit Jantung Bawaan atau PJB adalah kelainan jantung yang terjadi pada bayi sejak dalam kandungan. Masyarakat awam sering melihat kelainan jantung ini dikenal dengan sebutan jantung bocor.
Setiap jenis PJB memiliki penanganan yang berbeda satu sama lain, bergantung pada klasifikasi (sianotik atau non sianotik), kelainan struktur, dan keparahan defek jantung. Dampak kematian dan morbiditas yang menganggu maka perlu memahami lebih jauh mengenai tanda-tanda penyakit ini, sehingga dapat melakukan deteksi dini terhadap penyakit jantung bawaan pada anak-anak.
Prevalensi PJB di Indonesia sekitar 8-10 dari 1.000 kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi dalam kondisi kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan pertama kehidupan berakhir dengan kematian. Di Indonesia, dengan populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000 penderita PJB.
Penyebab PJB sendiri sebagian besar tidak diketahui, namun beberapa kelainan genetik seperti sindroma Down dan infeksi Rubella (campak Jerman) pada trimester pertama kehamilan ibu berhubungan dengan kejadian PJB tertentu.
Berikut ini adalah 5 jenis penyakit jantung bawaan pada anak :
1. PS (Pulmonary Stenosis)/ Penyempitan Katup Paru PS adalah penyempitan katup paru yang berfungsi mengatur aliran darah rendah oksigen dari bilik kanan jantung ke paru-paru. Dengan penyempitan ini, bilik kanan harus bekerja keras memompa darah sehingga makin lama makin membesar (hipertrofi).
PS terjadi pada 10% kasus. Banyak penderita yang baru terdiagnosis setelah dewasa. Bila demikian, dampaknya mungkin sudah sangat merusak berupa penyakit paru, risiko stroke tinggi dan usia harapan hidup yang rendah.
2. ASD (Atrial Septal Defect) / Sekat Serambi Jantung Berlubang Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya lubang di antara dua serambi jantung atau terdapat hubungan antara atrium kanan dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup. ASD adalah adanya lubang atau defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan.
Lubang ini menimbulkan masalah yang sama dengan VSD, yaitu mengalirkan darah kaya oksigen kembali ke paru-paru. ASD terjadi pada 5-7% kasus dan lebih banyak terjadi pada bayi perempuan dibandingkan bayi laki-laki.
3. TF (Tetralogi Fallot) TOF adalah komplikasi kelainan jantung bawaan yang khas, dan melibatkan empat kondisi:
- Sekat bilik jantung berlubang (VSD),
- Penyempitan katup paru (PS),
- Bilik kanan jantung membesar (hipertrofi) dan
- Akar aorta tepat berada di atas lubang VSD.
Pada penyakit ini yang memegang peranan penting adalah defek septum ventrikel dan stenosis pulmonalis, dengan syarat defek pada ventrikel paling sedikit sama besar dengan lubang aorta. Lubang VSD biasanya besar dan darah mengalir dari bilik kanan melalui lubang ini menuju bilik kiri. Hal ini terjadi karena adanya hambatan pada katup paru. Setelah masuk ke bilik kiri, darah yang rendah oksigen itu dipompa ke aorta dan mengalir ke seluruh tubuh. Itulah sebabnya bayi penderita TOF memiliki kulit yang membiru karena kekurangan oksigen.
4. VSD (Ventracular Septal Defect)/ Sekat Bilik Jantung Berlubang VSD adalah kelainan jantung berupa lubang pada sekat antarbilik jantung yang menyebabkan kebocoran aliran darah pada bilik kiri dan kanan jantung. Kebocoran ini membuat sebagian darah kaya oksigen kembali ke paru-paru sehingga menghalangi darah rendah oksigen memasuki paru-paru. Bila lubangnya kecil, VSD tidak memberikan masalah berarti. Bila besar, bayi dapat mengalami gagal jantung.
VSD adalah kelainan jantung bawaan yang paling sering terjadi (30% kasus). Gejala utama dari kelainan ini adalah kesulitan menyusui dan gangguan pertumbuhan, nafas pendek dan mudah lelah. Bayi dengan VSD besar cepat tidur setelah kurang menyusui, bangun sebentar karena lapar, mencoba menyusu lagi tetapi cepat kelelahan, tertidur lagi, dan seterusnya.
5. PDA (Persisten Duktus Arteriosus Persisten) Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan arteria pulmonalis dengan bagian aorta distal dari arteria subklavia, yang akan mengalami perubahan setelah bayi lahir, yaitu
"Normal postnatal patency" : Secara fungsional, duktus arteriosus masih terbuka karena hipoksia atau pada bayi kurang bulan, dan akan menutup sendiri bila keadaan yang mendasari telah membaik.
"
Delayed, non surgical closure" : Duktus arteriosus akan menutup baik fungsional maupun anatomis, tetapi hal ini terjadi lebih lambat walaupun keadaan-keadaan yang mendasari telah membaik. Penutupan ini terjadi karena secara normal menutup sendiri, atau secara abnormal yaitu karena infeksi atau trombosis pada duktus arteriosus tersebut.
"Persistent patency of the ductus" (PDA) : Duktus arteriosus tetap terbuka secara anatomis sampai dewasa. Tindakan pembedahan dilakukan secara elektif (sebelum masuk sekolah).
Tindakan pembedahan dilakukan lebih dini bila terjadi : Gangguan pertumbuhan, Infeksi saluran pernafasan bagian bawah berulang, Pembesaran jantung/payah jantung dan Endokarditis bakterial 6 bulan setelah sembuh.
Pencegahan- Pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan saat kehamilan yang rutin sangat diperlukan. Dengan kontrol kehamilan yang teratur, maka PJB dapat dihindari atau dikenali secara dini.
- Kenali faktor risiko pada ibu hamil yaitu penyakit gula maka kadar gula darah harus dikontrol dalam batas normal selama masa kehamilan, usia ibu di atas 40 tahun, ada riwayat penyakit dalam keluarga seperti diabetes, kelainan genetik down sindrom , penyakit jantung dalam keluarga. Perlu waspada ibu hamil dengan faktor resiko meskipun kecil kemungkinannya.
- Pemeriksaan antenatal juga dapat mendeteksi adanya PJB pada janin dengan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini sangat tergantung dengan saat dilakukannya USG, beratnya kelainan jantung dan juga kemampuan dokter yang melakukan ultrasonografi. Umumnya, PJB dapat terdeteksi pada saat USG dilakukan pada paruh kedua kehamilan atau pada kehamilan lebih dari 20 minggu. Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan jantung pada janin, maka penting untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan fetal ekokardiografi. Dengan pemeriksaan ini, gambaran jantung dapat dilihat dengan lebih teliti.
- Pencegahan dapat dilakukan pula dengan menghindarkan ibu dari risiko terkena infeksi virus TORCH (Toksoplasma, Rubela, Sitomegalovirus dan Herpes). Skrining sebelum merencanakan kehamilan. Skrining ini yang juga dikenal dengan skrining TORCH adalah hal yang rutin dilakukan pada ibu-ibu hamil di negara maju, namun di Indonesia skrining ini jarang dilakukan oleh karena pertimbangan finansial. Lakukan imunisasi MMR untuk mencegah penyakit morbili (campak) dan rubella selama hamil.
- Konsumsi obat-obatan tertentu saat kehamilan juga harus dihindari karena beberapa obat diketahui dapat membahayakan janin yang dikandungnya. Penggunaan obat dan antibiotika bisa mengakibatkan efek samping yang potensial bagi ibu maupun janinnya. Penggunaan obat dan antibiotika saat hamil seharusnya digunakan jika terdapat indikasi yang jelas. Prinsip utama pengobatan wanita hamil dengan penyakit adalah dengan memikirkan pengobatan apakah yang tepat jika wanita tersebut tidak dalam keadaan hamil. Biasanya terdapat berbagai macam pilihan, dan untuk alasan inilah prinsip yang kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan janinnya.
- Hindari paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen berulang pada masa kehamilan.
- Hindari paparan asap rokok baik aktif maupuin pasif dari suami atau anggota keluarga di sekitarnya.
- Hindari polusi asap kendaraan dengan menggunakan masker pelindung agar tidak terhisap zat - zat racun dari karbon dioksida.
Semoga bermanfaat.
Berbagai Sumber.